Thursday, January 1, 2009

Aura

Seumur hidup aku tidak pernah menangkap saura jahat dari asesorang yang pertama kali aku kenal kecuali dengannya. Mba Sry, begitulah namanya. Usianya sekitar empat puluh tahun. Wajahnya cantik meski ada kesan suntik silikon dari wajah dan hidungnya yang mancung. Kulitnya putih mulus. Rambutnya hitam dan bergellombang. Badannya langsing. Namun keriput di lehernya dan bintik-bintik hitam di wajahnya tak mampu menutupi ketuaannya.
Aku mengenalnya satu bulan yang lalu ketika aku pertama kali bekerja sebagia waitress di bar tempatku bekerja sekarang. Kla itu malam hari. Lantai satu singinghall tempatku bekerja tutup lebih awal daripada diskotik di lantai dua dan tempat check in di lantai tiga. Lantai empat adalah mess untuk para pekerja yang rumahnya jauh.
Di lantai empat itulah aku bertemu dengannya untuk pertama kali. Saat itu ia sedang mencuci baju. Ia ramah sekali menyapaku. Senyumnya manis tapi yang terbaca olehku aura kejahatannya.
Aku tidak dapat tidur sampai pagi datang. Aku takut ia akan melakukansesuatu yang jahat terhadapku. Namun, syukurlah tak ada gangguan sedikitpun sampai pagi menjelang. Keesokan harinya aku mendapatkan kesan ia tak sejahat yang kurasa. Buktinya ia membuatkan segelasa kopi untukku. Meskipun aku merasa takut untuk meminumnya. Karena itu ketika ia masuk ke dalam aku buru-buru membuangnya di westafel lalu mencuci gelasnya dengan tergesa.
Ketika aku selesai mencuci gelas tiba-tiba saja ia sudah ada di belakangku. Jantungku hampir copot karenanya. ”Kok di buang?” tanyanya. Wajahnya menekspresikan kemarahan.
”Nggak kok mbak,” suaraku hampir tak kedengaran saking kagetnya.
”Jangan bohong!”bentaknya.
Aku diam tak mampu membalas.
Untuk menebus kesalahanku aku pun mendekatinya. Meski ia mendiamkanku. Ia suka sekali ngobrol. Lebih tepatnya menggunjingkan orang lain. Aku belum kenal nama-nama orang yang bekerja di tempatku tapi aku tetap jadi pendengar yang baik untuknya.
* * *
Ketika pertama kali bertemu dnegannya kupikir ia seorang Mamih yang mengatur par bar girl, cewek yang menemani minum bahkan tidur. Tapi aku keliru ternyata ia juga bar girl.
Aku sempat di buat pangling ketika melihatnya pertamakali dengan dandanan lengkapnya. Ia memakai tank top hitam kontras sekali dengan kulitnya yang putih mulus. Celana jeans ketat dan sepatu hak tinggi menjadi padanannya. Ditambah make-up yang mempercantik wajahnya membuatnya seperti seorang artis atau model ibu kota.
Aku sering mendengar kalau wanita malam banyak yang memakai susuk untuk menjerat lelaki sebanyak mungkin. Aku rasa ia juga memakainya. Karena ia terlihat berkilau dibandingkan cewek-cewek lain yang lebih muda darinya.
Mungkin juga karena ritual yang sering dijalaninya setiap malam jum’at. Biasanya ia menyiapkan sajen. Ada kopi satu gelas, rokok satu bungkus, kue apem satu piring danb kembang tujuh rupa. Ia lalu duduk menghadapi sajen itu, mulutnya komat-kamit entah membaca apa.
Setiap kali ada yang berselisih paham dengannya lalu entah berapa waktu kemudian orang yang menjadi lawannya mendapat musibah seperti handphonenya hilang, ;sakit, jatuh dari motor, diputuskan pacarnya dan lain-lain meski hal sepele yang bisa terjadi pada siapa saja maka ia akan berkata itu akibat orang tersebut cari gara-gara dengannya. ”Sudah kubilang, siapa saj yang mengusikku pasti akan dapat balasannya.” begitu selalu ia sesumbar.
Mess dihuni delapan oran. Diantara kami berdelapan mbak Sri yang paling tua sekaligus paling lama tinggal di mess. Tak heran kalau ia lebih berkuasa dibanding kami semua. Jika selesai bekerja ada yang menelpon kami, ia kan menyuruh kami mnenerimanya di dapur sementara ia sendiri menenerima telpon di tempat tidur tak pernah di dapur dengan aksen manjanya yang dibuat-buat.
Ia menyuruh siapa saja yang dikehendakinya untuk menyapu, mengepel lantai dan membuang sampah ke lantai satu. Ia sendiri tak pernah melakukan tugas-tugas stersebut tapi ia ngotot meyakinkan kami kalau ia sudah melakukannya, dan biasanya saat kami tak ada di mess.
Kalau kami selesai kerja dan naik ke atas mendapati ia sudah tidur, kami tak boleh menyalakan lampu walu hanya sekejap apalagi kalau ngobrol meski pelan di dapur yang jarknya lumayan jauh dari ruang tidur. Tapi kalau ia naik dalam keadaan mabuk, sementara kami sudah tidur ia akan menyalakan lampu dan meracau sendiri tanpa ada yang bisa melarangnya. Ia akan murka kalau ditentang.
Ia pandai sekali membaca pikiran setiap orang. Dan tak ada yang bisa berbohong kepadanya. Dari cerita-cerita yang sudah kudengar, aku menyimpulkan kalau ia sering disakiti, ditipu dan dikecewakan. Dari pengalaman pahit itulah ia jadi lebih waspada mengamati setiap orang dan beragam situasi yang ditemuinya. Pengamatan terus menerus membuatnya lebih pandai membaca pikiran setiap orang.
Di depan ke-enam temanku yang lain ia bersikap sangat baik tapi di belakang mereka ia menjelekkan mereka semuanya. Begitu juga terhadapku, di depanku ia memujiku tapi di belakangku, ia tetap menjelekanku. Padahal aku paling akrab, paling baik hubunganku dengannya.
Ia pintar sekali bersilat lidah. Caranya mengingkari apa yang sudah dikatakannya selalu membuatku kesal. Kalau sudah begitu aku biasanya curhat sengan ke-enam temanku yang lain. Bergiliran kami menceritakan kebencian kami terhadapnya. Dan itu tidak pernah kami lakukan di tempat kami bekerja karena ia selalu punya cara untuk mendengarkan pembicaraan kami. Ia selalu muncul tiba-tiba seperti hantu.
Bukan kami saja yang tidak menyukainya , tapi hampir semua pekerja yang sulu tinggal si mess merasakan hal yang sama seperti yang kami rasakan sekarang. Sempat ada rencana untuk usul kepad pemilik bar agar mengeluarkannya dari mess, tapi setelah dipikir-pikir kami tidak tega juga. Meski kami membicarakannya secara diam-diam entah darimana ia tetap mengetahuinya. Akibatnya ia sangat murka. Begitulah Mbak Sri selalu tahu.
Memang setiap manusia memiliki sisi baik dan jahat begitu juga aku. Tapi seumur hidupku aku tidak pernah menangkap aura jahat dari orang yang baru pertama kali aku kenal, kecuali Mbak Sri!
* * *

No comments: